Saksi Sebut Auditor BPK Tambah `Tarif` Rp 2 M Agar Kementan Dapat WTP

Jakarta, law-justice.co - Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Dirjen PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Hermanto, mengungkap ada permintaan duit dari auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar Kementan era Syahrul Yasin Limpo (SYL) mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Hermanto mengatakan permintaan awal dari auditor BPK agar Kementan WTP mulanya hanya Rp 10 miliar.

"Nah kemudian, permintaannya tadi itu Rp 12 miliar itu, langsung Rp 12 miliar atau sebelumnya ada?" tanya jaksa KPK, Meyer Simanjuntak dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Rabu (8/5/2024).

Baca juga : Pendaftaran Hingga 31 Mei 2024, Bank DKI Buka Banyak Lowongan Kerja

"Sebelumnya tidak Rp 12 miliar. Ada Rp 10 miliar, yang saya dengar seperti itu," jawab Hermanto.

Dia mengatakan auditor BPK yang menyampaikan permintaan uang itu bernama Victor. Dia mengatakan permintaan uang agar WTP itu tak jadi Rp 10 miliar lantaran angkanya dinilai terlalu kecil untuk Kementan.

Baca juga : Didukung Jadi Sekjen PBB, Memang Jokowi Pernah Hadiri Sidang Umum PBB?

"Nah, apa yang disampaikan si Victor tadi mengenai (permintaan) Rp 10 (miliar) jadi Rp 12 (miliar), alasannya apa?" tanya jaksa.

"Karena terlalu kecil Rp 10 (miliar)," jawab Hermanto.

Baca juga : Simak, Ini Peluang Sandra Dewi Terjerat TPPU dalam Korupsi PT Timah

Dia mengatakan `tarif` agar Kementan mendapat predikat WTP akhirnya bertambah Rp 2 miliar. Dia mengatakan nilai akhir agar Kementan WTP era SYL tersebut kemudian berubah menjadi Rp 12 miliar.

"Terlalu kecil Rp 10 (miliar), untuk Kementan terlalu kecil naik Rp 2 miliar jadi Rp 12 miliar?" tanya jaksa.

"Iya," jawab Hermanto.

Sebelumnya, Hermanto mengatakan auditor BPK meminta Rp 12 miliar agar pemeriksaan Kementan di era Syahrul Yasin Limpo (SYL) mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Jaksa KPK Meyer Simanjuntak awalnya menanyakan soal pemeriksaan BPK di Kementan dalam sidang kasus dugaan korupsi dengan terdakwa mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo, Sekjen Kementan nonaktif Kasdi, dan Direktur Kementan nonaktif M Hatta di PN Tipikor Jakarta, Rabu (8/5/2024).

"Kemudian, ada kronologi apa, karena sudah lewat ya, sudah kejadian. Itu pada akhirnya apa opininya yang diterbitkan BPK itu apa? Sepengetahuan saksi ya, apakah WTP atau WDP?" tanya jaksa KPK.

"WTP. Sepengetahuan saya WTP ya," jawab Hermanto.

Jaksa lalu menanyakan apakah nama auditor BPK yang melakukan pemeriksaan itu ialah Victor dan Haerul Saleh. Hermanto pun mengaku kenal dengan auditor bernama Victor.

"Sebelum kejadian WTP itu, saksi ada kenal Haerul Saleh, ada Victor ya. Siapa orang-orang itu, siapa itu?" tanya jaksa.

"Kenal. Kalau Pak Victor itu auditor yang memeriksa kita (Kementan)," jawab Hermanto.

"Itu semua Kementan atau hanya Ditjen PSP?" tanya jaksa.

"Semua Kementan," jawab Hermanto.

"Kalau Haerul Saleh ini?" tanya jaksa.

"Ketua AKN IV (Auditorat Utama Keuangan Negara IV)," jawab Hermanto.

"Anggota BPK AKN IV, berarti atasannya si Victor?" tanya jaksa.

"Iya, pimpinan," jawab Hermanto.

Jaksa terus mendalami soal pemeriksaan oleh BPK itu. Hermanto mengatakan ada temuan dalam pemeriksaan BPK tersebut.

"Kemudian ada kronologi apa terkait dengan Pak Haerul, kemudian Pak Victor yang mana saksi alami sendiri pada saat itu, bagaimana bisa dijelaskan kronologinya?" tanya jaksa.

"Yang ada temuan dari BPK terkait dengan food estate yang pelaksanaan," jawab Hermanto.

"Ada temuan-temuanlah ya, ada banyak?" tanya jaksa.

"Ya temuan-temuan. Tidak banyak tapi besar," jawab Hermanto.

"Selain itu, temuan-temuan lainnya ada?" tanya jaksa.

"Yang menjadi concern itu yang food estate, yang sepengetahuan saya ya Pak, yang besar itu food estate kalau nggak salah saya dan temuan-temuan lain. Tapi yang pastinya secara spesifik saya nggak hafal," jawab Hermanto.

Jaksa lalu mendalami apakah ada permintaan dari BPK terkait temuan di Kementan tersebut. Hermanto mengatakan auditor BPK meminta agar dirinya menyampaikan permintaan Rp 12 miliar kepada SYL.

"Terkait hal tersebut bagaimana? Apakah kemudian ada permintaan atau yang harus dilakukan Kementan agar itu menjadi WTP?" tanya jaksa.

"Ada," jawab Hermanto.

"Apa yang disampaikan?" tanya jaksa.

"Permintaan itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan, untuk nilainya kalau nggak salah saya, diminta Rp 12 miliar untuk Kementan," jawab Hermanto.

"Diminta Rp 12 miliar oleh pemeriksa BPK itu?" tanya jaksa.

"Iya, Rp 12 miliar oleh Pak Victor tadi," jawab Hermanto.

Hermanto juga mengaku tak punya akses langsung untuk menyampaikan permintaan Rp 12 miliar itu ke SYL. Hermanto meminta auditor BPK itu untuk berkomunikasi ke mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Hatta, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus tersebut.

"Saya tidak terima arahan dari Pak Menteri maupun dari Pak Sekjen terkait itu. Cuma ini minta disampaikan oleh Pak Victor. Disampaikan ke Pak Menteri," jawab Hermanto.

"Nah, akhirnya gimana, disampaikan?" tanya jaksa.

"Saya nggak ada punya akses langsung ke Pak Menteri," jawab Hermanto.

"Setahu saksi, ada yang menyampaikan, siapa?" tanya jaksa.

"Saya perkenalkan dengan melalui Pak Hatta. Silakan dengan Pak Hatta saja," ujar Hermanto.

Hermanto mengatakan permintaan Rp 12 miliar oleh auditor BPK itu tak semuanya dipenuhi. Dia mengaku mendengar dari Hatta jika permintaan itu hanya dipenuhi Rp 5 miliar.

"Akhirnya apakah dipenuhi semua permintaan Rp 12 miliar itu atau hanya sebagian yang saksi tahu?" tanya jaksa.

"Nggak, kita tidak penuhi. Saya dengar tidak dipenuhi. Saya dengar mungkin nggak salah sekitar Rp 5 miliar atau berapa. Yang saya dengar-dengar," jawab Hermanto.

"Saksi dengarnya dari siapa?" tanya jaksa.

"Pak Hatta," jawab Hermanto.

Hermanto mengaku tak tahu mekanisme penyerahan uang tersebut. Dia mengatakan uang itu diperoleh Hatta dengan meminjam ke vendor di Kementan.

"Hanya dipenuhi Rp 5 miliar dari permintaan Rp 12 miliar. Saksi mendengarnya setelah diserahkan atau bagaimana pada saat cerita Pak Hatta kepada saksi?" tanya jaksa.

"Sudah selesai. Saya nggak tahu proses penyerahannya kapan, dari mana uangnya," jawab Hermanto.

"Itu kan saksi tahunya Pak Hatta yang urus Rp 5 miliar itu? Pak Hatta dapat uangnya dari mana?" tanya jaksa.

"Vendor," jawab Hermanto dilansir Detik.