Diduga Langgar Kode Etik, KY Diminta Proses 3 Hakim PN Jakpus

Jakarta, law-justice.co - Komisi Yudisial (KY) diminta agar segera memproses dugaan pelanggaran kode etik oleh tiga majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terhadap Napoleon Bonaparte dalam kasus red notice.

Hal tersebut disampaikan Ketua Tim Kuasa Hukum Irjen Napoleon Bonaparte, Ahmad Yani saat menyambangi KY di Gedung Komisi Yudisial, Kawasan Kramat, Jakarta Pusat, Kamis (19/8/2021).

Ahmad mengatakan demikian, lantaran salah satu tugas dan wewenang KY antara lain menjaga martabat dan keluhuran hakim dan pengadilan.

Baca juga : Sri Mulyani Happy Ekonomi RI pada Kuartal I Tetap Kuat

"Kami berharap KY bisa memanggil hakim ini untuk memeriksa dan jika sudah ditemukan (dugaan pelanggaran kode etik), saya kira harus diberikan sanksi yang keras agar ini menjadi pelajaran," kata Ahmad.

Menurutnya, secara legal standing dan bukti yang dimiliki Tim Kuasa Hukum Irjen Napoleon Bonaparte yang telah diserahkan kepada KY diyakini sudah mencukupi.

"Jadi sekali lagi kedatangan kita bukan menggibah. Irjen Napoleon tidak pernah menggibah," ujarnya.

Baca juga : Nani Afrida Jadi Ketua Umum AJI Indonesia Periode 2024-2027

Kliennya, kata Ahmad, adalah satu-satunya pihak yang melakukan perlawanan hukum dalam kasus red notice Djoko Tjandra. Sisanya menerima semua keputusan pengadilan hingga mendapatkan diskon hukuman.

"Bayangkan dari yang 10 tahun menjadi 4 tahun, dikorting. Hanya Napoleon Bonaparte yang melebihi seperti itu. Irjen Napoleon hanya ingin memastikan kebenaran dan keadilan, agar keadilan terbuka dan siapa pelaku-pelaku sebenarnya yang harus diseret ke pengadilan," ungkapnya.

Baca juga : Jokowi Resah Anggaran Stunting Daerah Dipakai Bikin Pagar

Sebagai Informasi, kuasa hukum Napoleon Bonaparte melaporkan tiga hakim pengadil yang memvonis penjara 4 tahun dalam kasus penerbitan red notice untuk Djoko Tjandra.

Mereka adalah Hakim Ketua yang sekaligus juga Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Muhammad Darmis; Hakim Anggota I, Saifudin Zuhri; dan Hakim Adhoc, Joko Subagyo.